Dear Mahasiwa-Mahasiswi Indonesia, dimanapun berada!
Kawanku! Dahulu, saat semuanya tiba-tiba kita anggap serba dewasa, segala tindakan dan rupa kelakuan tak pernah luput dari tanda tanya. Namun sebagaian dari kita tentu tak kalah banyak yang dengan sengaja membiarkan itu diterbangkan angin dan prasangka-prasangka lain yang menurut kita lebih penting. Dan kita yang berada di garis kedua ini adalah orang-orang yang dengan sengaja menyerah pada sejarah yang akan dituturkan generasi mendatang.
Kawanku? Saat saya memutuskan menulis surat ini, seprtinya hanya ini (hal terdekat) yang dapat saya lakukan sebagai rasa cinta dan kasih sayang saya kepada masa-masa indah ini. Genap sudah selama dua belas semester saya tertawan oleh sifat yang kadang serba tau dan paling benar dari yang lain-lainnya.
Mari kawanku, sejenak kita bernostalgia tentang hari dimana kita baru saja selsai di opspeks. Saat itu, binar mata kita belum dapat tertuju pada arah yang lebih ke depan. Maksud saya, tangan kita terasa cukup berat untuk sekedar memperkenalkan nama pada mereka yang memang baru. Kita kadang tidak terlalu betah berda di kampus terlebih dosen pengampu kita saat itu alpa. mau berbicara kepada kawanpun rasanya begitu malu dan berat sekali.
Disaat-saat genting seperti itu, biasanya seseorang atau beberapa orang akan datang menghampiri kita. Tentu dengan lagak yang sedikit kiri dan percaya diri. Dan kelak mereka itulah yang kita kenal sebagai aktifis mahasiswa.
Menjadi aktifis (selagi) mahasiswa tentu adalah pilihan baik, karena di ruangan itulah kita akan banyak belajar saling membuka dan terbuka. membuka pikiran kita yang pada waktu SMA barangkali sangat kaku dan kacau. Atau membuka hal-hal lainnya juga, seperti misalkan membuka saku kita yang pas-pasan menjadi lebih pas-pasan lagi.Shared!
Tetapi belakangan, saya melihat mahasiswa-mahasiswi (justru) justru semakin menjaga jarak teradap mereka yang berlagak kiri dan percaya diri tadi. Entah karena apa? Saya juga tidak tau. Apapkah memang ada karena sebuah sistem yang sengaja dibikin orang-orang besar, ataukah barangkali manusia-manusia berlagak kiri itu sudah kehabisan ide bagaiman berbicara kepada kita selaku mahasiswa baru.
Kemudian memasuki jenjang semester tiga hingga hingga lima. Disini kita biasa menuai persoalan-persoalan priabdi. Sudah tidak takunmengutarakan masud dan tujuan kepada siapapun, kepada orang tua, teman dan teman yang lebh dekat. Tak ada perbincangan yang lebih serius saat itu, selain tetnang maksud dan tujuan kita apakah akan sampai atau malah mental hingga ketitik-titik terdangkal emosi kita. Yang sedang jatuh cinta tentu setiap jalan dan ruangan yang dilaluinya adalah taman bunga, sedang mereka yang belum beruntung akan melihat segala penjuru ditumbuhi pohon-pohon berduri dan curam.
Akhirna, kita akan sampai jua pada masa-masa serius dan serba dewasa seperti yang saya katakan di atas. oleh kampus, kita akan dikirim keluar kampsu, ke desa-desa, ke sekolah sekolah, perusahaan dan instansi-instansai lainnya. Kata mereka kita pada saat itu haruslah membaur dengan kehidupan dewasa yang sesungguhnya. TRIDARMA perguruan tinggi, begitu istilah ini memergoki kita.
Tak lama dari itu, kita akan diberi tugas menyusun sebuah tulisan ilmiah, ya (katanya?) tulisan ilmiah. sebagai syarat nama yang akan disandingkan embel-embel sarjana. Tetapi ada saja dari kita yang memilih tertunda. Alasannya sangat seerhana. kita akan pergi dari kampus kita bukan karena tepa waktu, tetapi karena waktu yan tepat. Seperti apa yang saya yakini saat ini. Bahwa menilih waktu yang teapat jauh laih bagus dari pada memilih tepat waktu. Karena bagi saya, tiga tahun setengah belumlah terlalu cukup untuk menytarakan pendapat yang serba tau dan dewasa itu. seprti yangsebutkan di atas.
Demikian Surat ini saya tuliskan
Semoga bermanfaat dan memiliki energi positif untuk kebaikan seratus tahun mendatang.
Wallahu'alam
Kawanku! Dahulu, saat semuanya tiba-tiba kita anggap serba dewasa, segala tindakan dan rupa kelakuan tak pernah luput dari tanda tanya. Namun sebagaian dari kita tentu tak kalah banyak yang dengan sengaja membiarkan itu diterbangkan angin dan prasangka-prasangka lain yang menurut kita lebih penting. Dan kita yang berada di garis kedua ini adalah orang-orang yang dengan sengaja menyerah pada sejarah yang akan dituturkan generasi mendatang.
Kawanku? Saat saya memutuskan menulis surat ini, seprtinya hanya ini (hal terdekat) yang dapat saya lakukan sebagai rasa cinta dan kasih sayang saya kepada masa-masa indah ini. Genap sudah selama dua belas semester saya tertawan oleh sifat yang kadang serba tau dan paling benar dari yang lain-lainnya.
Mari kawanku, sejenak kita bernostalgia tentang hari dimana kita baru saja selsai di opspeks. Saat itu, binar mata kita belum dapat tertuju pada arah yang lebih ke depan. Maksud saya, tangan kita terasa cukup berat untuk sekedar memperkenalkan nama pada mereka yang memang baru. Kita kadang tidak terlalu betah berda di kampus terlebih dosen pengampu kita saat itu alpa. mau berbicara kepada kawanpun rasanya begitu malu dan berat sekali.
Disaat-saat genting seperti itu, biasanya seseorang atau beberapa orang akan datang menghampiri kita. Tentu dengan lagak yang sedikit kiri dan percaya diri. Dan kelak mereka itulah yang kita kenal sebagai aktifis mahasiswa.
Menjadi aktifis (selagi) mahasiswa tentu adalah pilihan baik, karena di ruangan itulah kita akan banyak belajar saling membuka dan terbuka. membuka pikiran kita yang pada waktu SMA barangkali sangat kaku dan kacau. Atau membuka hal-hal lainnya juga, seperti misalkan membuka saku kita yang pas-pasan menjadi lebih pas-pasan lagi.Shared!
Tetapi belakangan, saya melihat mahasiswa-mahasiswi (justru) justru semakin menjaga jarak teradap mereka yang berlagak kiri dan percaya diri tadi. Entah karena apa? Saya juga tidak tau. Apapkah memang ada karena sebuah sistem yang sengaja dibikin orang-orang besar, ataukah barangkali manusia-manusia berlagak kiri itu sudah kehabisan ide bagaiman berbicara kepada kita selaku mahasiswa baru.
Kemudian memasuki jenjang semester tiga hingga hingga lima. Disini kita biasa menuai persoalan-persoalan priabdi. Sudah tidak takunmengutarakan masud dan tujuan kepada siapapun, kepada orang tua, teman dan teman yang lebh dekat. Tak ada perbincangan yang lebih serius saat itu, selain tetnang maksud dan tujuan kita apakah akan sampai atau malah mental hingga ketitik-titik terdangkal emosi kita. Yang sedang jatuh cinta tentu setiap jalan dan ruangan yang dilaluinya adalah taman bunga, sedang mereka yang belum beruntung akan melihat segala penjuru ditumbuhi pohon-pohon berduri dan curam.
Akhirna, kita akan sampai jua pada masa-masa serius dan serba dewasa seperti yang saya katakan di atas. oleh kampus, kita akan dikirim keluar kampsu, ke desa-desa, ke sekolah sekolah, perusahaan dan instansi-instansai lainnya. Kata mereka kita pada saat itu haruslah membaur dengan kehidupan dewasa yang sesungguhnya. TRIDARMA perguruan tinggi, begitu istilah ini memergoki kita.
Tak lama dari itu, kita akan diberi tugas menyusun sebuah tulisan ilmiah, ya (katanya?) tulisan ilmiah. sebagai syarat nama yang akan disandingkan embel-embel sarjana. Tetapi ada saja dari kita yang memilih tertunda. Alasannya sangat seerhana. kita akan pergi dari kampus kita bukan karena tepa waktu, tetapi karena waktu yan tepat. Seperti apa yang saya yakini saat ini. Bahwa menilih waktu yang teapat jauh laih bagus dari pada memilih tepat waktu. Karena bagi saya, tiga tahun setengah belumlah terlalu cukup untuk menytarakan pendapat yang serba tau dan dewasa itu. seprti yangsebutkan di atas.
Demikian Surat ini saya tuliskan
Semoga bermanfaat dan memiliki energi positif untuk kebaikan seratus tahun mendatang.
Wallahu'alam
Comments
Post a Comment